SEKILAS INFO ...1. Jadwal UBK Tahun Pelajaran 2017-2018 dilaksanakan pada tanggal 10 - 13 April 2018 .....2.Bagi para alumni diharapkan mengirimkan biodata disertai foto (bebas/resmi) untuk diupload ke web sekolah, format pengisiannya dapat di download di web (klik info, download, formulir alumni)...…

Pengarahan dari Polsek

Pengarahan rutin dari Polsek Citamiang untuk pengendalian dari kenakalan remaja melalui bela negara ...

Akreditasi 2013

Akreditasi sekolah untuk SMAPY tahun 2013 dengan nilai baik dan memuaskan ....

Ujian Nasional Berbasis Komputer

Pertama kalinya SMA PGRI 1 Kota Sukabumi Menyelenggarakan Ujian Berbasis Komputer.

Studi Banding OJL 2012

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, maka pemerintah menunjuk SMAPY untuk studi banding ke SMAN 1 Bogor .....

Kegiatan KBM

KBM rutin yang dilaksanakan SMAPY meliputi KBM rutin, eskul, bimbingan konseling dsb .....

HIKMAH DARI BENCANA TSUNAMI ACEH 2004

MENEROPONG HIKMAH DI BALIK TSUNAMI ACEH


(Refleksi 7 tahun Tsunami Aceh)
Fauzi Saleh
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Hari 26 Desember mengingatkan kita kepada kefanaan dan perubahan alam jagat raya ini. Ternyata tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Itulah kata untuk merangkai peristiwa Gempa dan Tsunami yang menguncangkan bumi Iskandar Muda dan beberapa wilayah lainnya. Padahal sehari sebelumnya, suami masih akrab dengan istrinya, anak masih dalam pelukan orang tuanya, tetangga masih bercengkerama dan bersukaria. Rumah dengan segala interiornya cukup memberikan kenyamanan, mobil  mewah masih terpakir di dalam garasi, toko-toko masih tegak di pasar-pasar.
Di hari ahad yang cerah, tak pernah ada rasa syak wa sangka, suka ria berubah menjadi duka nestapa. Kisah pesta yang meriah langsung berubah suram. Peristiwa lima belas menit meninggalkan duka mendalam. Betapa banyak anak yatim, wanita menjadi janda, yang laki menjadi duda, yang kaya berubah menjadi miskin papa. Perhiasan emas berlian seolah tak ada artinya. Di hari, tidak hanya harta tetapi nyawa-nyawa melayang, mulai orang tua hingga anak-anak belia.
Memang, Allah swt telah menegaskan bahwa semua makhluk di pentas dunia ini akan binasa, kecuali Dzat Tuhan Yang Maha Mulia. Tidak ada satu pun manusia yang sanggup mengatakan “tidak” terhadap ketentuan-Nya. Allah berkehendak mengalahkan semua kehendak manusia. Allah hanya dengan “kun fayakun”-Nya semua akan terlaksana.
Di balik itu semua, musibah dan bencana datang dengan seribu satu rahasia dan hikmah.  Sebuah pertanyaan sederhana umpamanya, “kenapa musibah datang tiba-tiba, tidak ada yang menyangka?” Hanya “hikmah” yang mampu menjawabnya. Mari kita lihat, di hari cerah dan semua harapan manusia penuh akan kebahagiaan di hari itu, ternyata takdir berkehendak lain. Di hari manusia merasa aman, justeru sebenarnya tidak aman, di hari manusia merasa tenteram, justeru kegoncangan. Fenomena semacam ini sebenarnya menyadarkan manusia betapa kelemahan dan kenaifannya dibandingkan dengan Dzat Pencipta. Dengan kelemahan itu, manusia senanti menggantung diri kepada Allah swt.
Memang, kajian dan penelitian setumpuk menjelaskan gejala-gejala alam. Tetapi semua itu hanya pada tataran kebiasaan atau teoritis semata. Tidak satu makhluk mampu menghalangi bencana. Bencana itu ketentuan  Yang Kuasa. Hari ini mungkin kita berkeinginan untuk tinggal di gunung karena takut akan air laut, suatu saat kita akan menghindar gunung karena takut meletus. Di saat yang lain kita pilih di kota karena merasa ramai, tetapi suatu lagi kita pindah ke desa merasa tenteram. Ternyata dimana pun kita berada di hadapan Allah adalah makhluk yang sama. Tempat tidak bisa menyelamatkan manusia. Gunung tidak bisa menyelamatkan. Lautan tidak bisa menenteramkan. Kota dan desa bukanlah pilihan, ternyata semua terpulang kepada kehendak Tuhan.
Bencana yang didatangkan Tuhan bisa berupa musibah dan cobaan, bisa juga bentuk azab. Musibah karena Allah menguji hamba-hambanya saleh dan menguji kesabaran mereka. Semakin saleh seseorang semakin bertambah ujian. Peringkat yang paling tinggi digapai para nabi dan rasul dengan sebutuan ‘ulul azmi.
Mari kita telusuri hikmah bencana dalam rahasia waktunya sebagaimana digambarkan Allah swt dalam Qs al-A’raf: 97-98 yang artinya sebagai berikut:
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?  Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?
Dalam dua ayat di atas, Allah memilih waktu malam untuk mendatangkan azab kepada manusia dimana mereka dalam keadaan tidur. Tidur merupakan puncak ketenangan manusia dan semua persoalan kehidupan terlupakan saat itu, tetapi pada saat yang sama Allah menimpa azab. Rahasia di balik itu ini adalah tidak ada satu pun manusia yang dapat menyelamatkan dirinya sendiri apalagi untuk menyelamatkan orang lain.
Pada Qs al-A’raf 98 Allah menerangkan bahwa waktu dhuha (matahari sepenggalan naik) juga merupakan moment diturunkan azab-Nya. Posisi waktu ini adalah waktu kesibukan dan aktivitas yang menghabiskan daya pikir untuk melaksanakan berbagai hal atau di hari libur merupakan melepaskan penat dan lelah dengan bermain, berolah raga, santai dan seterusnya.
Tidak banyak manusia menduga azab dan bencana datang saat – saat seperti itu. Kalau kita reflesikan kejadian tsunami di kawasan kita, memang musibah datang ketika manusia sedang asik dengan olah raga, santai dan seterusnya. Banyak di antara mereka yang tidak percaya kalau air laut naik ke darat  dan datang dalam waktu sekejap.
Hikmah di atas mengharuskan kita memberikan sebuah catatan penting bahwa tidak ada satupun manusia yang merasa aman dari azab dan bencana dari Allah swt. “Tidak merasa aman” maknanya semua manusia baik secara individu maupun kolektif berpeluang besar untuk menghadapi azab dan bencana. Dengan perasaan demikian, manusia harus menjaga dan waspada terhadap amal perbuatan dalam kesehariannya.
Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah bencana datang untuk menjemput harta, cinta dan nyawa.  Harta yang dibanggakan dan kerap menjadi lambing kesombongan dan keangkuhan menjadi sasaran penting bencana dan azab itu.
Bencana menjemput cinta dengan kata lain bentuk kasih sayang akan sirna dan diputuskan bencana. Seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya ternyata harus berpisah selamanya. Sekuat apapun manusia, ternyata harus pasrah dan bertawakkal kepada Allah swt. Hilanglah sifat keangkuhan, kesombongan selama ini. Bukanlah harta dan tahta menjadi salah satu factor berbangga dan membuat kita berbeda. Ternyata di hadapan Yang Kuasa sama, antara si miskin dan si kaya, si hina dan yang mulia, si cantik dan hitam durja.
Tidak ada yang paling sengsara selain kehilangan orang yang disayangi. Anak-anak yang pergi untuk selamanya merupakan permata hati yang Allah anugerahkan kepada kita, ternyata diberikan sementara diambil kembali.
Hikmah dibalik peristiwa ini adalah mengembalikan manusia ke  alam fitrahnya yakni ketawadhua’an, rendah hati, merasa bagian dari  orang lain dan memberikan terbaik untuk  kemaslahatan sesama. Musibah tidak ada yang sia-sia. Orang yang bersabar dengan kepergian anaknya maka Allah menganjarkan dengan balasan yang besar. Ketika anak dicabut nyawanya oleh sang Izrail, Allah bertanya: bagaimana engkau tinggalkan hamba-KU. Malaikat menjawab: Ya Allah mereka bersaabar dan mengucapkan Innnalillahi”Allah berfirman: bangunkan istana untuknya di surga.
Berikutnya, musibah datang menjemput nyawa. Semua orang ingin hidup. Keinginan manusia tidak selamanya sejalan dengan keinginan Allah swt. Manusia pasti kalah, Allah lah Yang Maha Menang.
Peristiwa ini semoga semakin mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Bahagia atau sengsara hakikatnya tergantung tingkat kedekatan (taqarrub) makhluk dengan Khaliqnya. Gempa dan tsunami tujuh tahun lalu adalah secuil di antara bencana yang dicoba, drama kehidupan ini memang belum berakhir, berbuatlah yang terbaik untuk kebahagian yang abadi.